MULTIPLE
INTELLIGENCE (KECERDASAN MAJEMUK)
A.
Pendahuluan
Selama
lebih dari dua puluh tahun teori kecerdasan majemuk atau multiple
intelligence disebut-sebut sebagai teori kecerdasan paling mutakhir. Teori
yang mengusung konsep pembagian kecerdasan pada manusia ini, seakan menjadi
jawaban bagi banyak pemerhati dan pendidik dunia pendidikan, untuk pertanyaan
seputar bakat dan potensi manusia. Teori kecerdasan majemuk membuka paradigma
banyak orang tua, untuk lebih memahami arti dari keunikan dan kekhasan masing-masing
anak. Pandangan teori yang menyebutkan bahwa penampilan anak pada prestasi
akademisnya di sekolah, tidak selalu dapat menunjukkan bahwa anak tersebut
lebih pandai dari anak yang lain, mengubah cara pandang orang tua terhadap
hasil raport anaknya. Tidak hanya sebatas itu, teori ini pun dipercaya telah
mengubah banyak sistem penyelenggaraan kurikulum pendidikan di berbagai sekolah
di berbagai Negara.
Teori
kecerdasan majemuk diusulkan oleh Howard Gardner pada 1983. Teori ini muncul
berdasarkan pengamatan Gardner, yang melihat bahwa seorang anak di sekolah,
dengan prestasi akademik yang menonjol, tidak kemudian secara otomatis
dikatakan lebih pintar, dibandingkan dengan anak yang terlihat susah payah
mengikuti pelajaran sekolah dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain
atau berolahraga. Intelligence, particularly as it is traditionally defined,
does not sufficiently encompass the wide variety of abilities humans display.
Menurutnya kepandaian anak tidak dapat semata-mata dilihat dari prestasinya di
sekolah. Anak yang tertinggal pelajarannya di sekolah mungkin menonjol pada
area kecerdasan lain. Misalnya saja olahraga, musik atau seni.
Gardner
mengamati sering kali penilaian akan kecerdasan seorang anak hanya dilihat dari
kemampuannya mengikuti hal-hal akademis di sekolah. Padahal jika semua orang
tua sepakat bahwa tiap anak unik dan memiliki potensi khas masing-masing,
seharusnya lebih banyak faktor yang dicermati sebelum memutuskan seorang anak
cerdas atau tidak. Kemudian, sejalan dengan beberapa fakta yang dia temukan,
Gardner menemukan fakta lainnya bahwa mereka yang mengalami cedera otak, secara
menganggumkan memiliki kecerdasan menonjol pada bidang tertentu yang membuatnya
dapat menjadi spesialis bidang tersebut atau bahkan maestro. Cedera otak ini
bisa jadi karena bawaan ataupun kecelakaan.
Berdasarkan
hal-hal tersebut, Gardner lalu mulai merumuskan teori ini dengan melakukan
pengamatan intensif pada orang-orang yang baik sejak lahir ataupun karena
kecelakaan mengalami cedera otak. Diantara banyak hal menarik yang terjadi,
Gardner mengungkapkan bahwa seseorang yang tadinya hidup normal dengan kulitas
kemampuan seperti yang lainnya, lalu secara tidak sengaja mengalami kecelakaan
yang menyebabkan cedera otak, tiba-tiba dia memiliki kemampuan sangat menonjol
di bidang tertentu. Dari fakta-fakta ini, Gardner melihat bahwa kecerdasan
dapat dikategorikan dan setiap individu memiliki kecenderungan kecerdasan
menonjol tertentu, disadari atau tidak. Walaupun demikian, kecerdasan menonjol
ini mungkin akan terlihat lebih signifikan pada mereka yang mengalami cedera
otak. Sementara yang tidak, kemungkinan besar memiliki kecerdasan yang
berimbang di tiap area kecerdasan.
Saat
itu Gardner mendeskripsikan tujuh area kecerdasan, yaitu: bodily-kinesthetic,
interpersonal, verbal-linguistic, logical-mathematical, intrapersonal,
visual-spatial dan musical. Kemudian di tahun 1997 pada simposium MIND
(Multiple Intelligence New Directions) Gardner menambahkan kecerdasan
kedelapan yaitu naturalistic. Tiap kecerdasan khas dan membawa karakter
tertentu, seperti gaya belajar, potensi bakat, minat bahkan sifat personal.
Seorang individu dapat memiliki beberapa kecerdasan yang menonjol atau bahkan
semua kecerdasan tersebut dia miliki secara hampir berimbang. Jika lingkungan
dapat dengan tepat memberikan stimulasi yang dibutuhkan, kecerdasan tertentu
yang menjadi kelebihan seseorang akan membawanya menjadi ahli di bidang
tersebut dan melejitkan potensi pribadi yang akan membawa kesuksesan baginya.
B.
MULTIPLE
INTELLIGENCE
1.
Pengertian
Multiple intelligence
Multiple
Intelligence adalah teori kecerdasan majemuk yang dipaparkan Prof. Howard
Gardner. Multiple intelligence atau
kecerdasan majemuk pada dasarnya adalah sebuah konsep yang menunjukkan kepada
kita bahwa potensi anak-anak kita, khususnya jika dikaitkan dengan
kecerdasan,ternyata banyak sekali. Memahami multiple intelligence bukanlah
untuk membuat anak-anak kita menjadi hebat. Namun,konsep tersebut, paling tidak
dapat membantu kita untuk memahami bahwa anak-anak kita itu menyimpan
potensi yang luar biasa.
Pengertian dari kecerdasan menurut Howard
Gardner adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk
yang mempunyai nilai budaya atau suatu kumpulan kemampuan atau ketrampilan yang
dapat ditumbuhkembangkan. Sedangkan multiple intelegence (kecerdasan majemuk)
adalah kecerdasan yang dimiliki oleh tiap individu lebih dari satu macam.
Menurut Howard Gardner setiap individu delapan jenis kecerdasan di dalam
dirinya,yang disebut kecerdasan majemuk (multiple intelligence).
Prestasi seseorang ditentukan juga oleh tingkat
kecerdasannya (Inteligensi). Walaupun mereka memiliki dorongan yang kuat untuk
berprestasi dan orang tuanya memberi kesempatan seluas-luasnya untuk
meningkatkan prestasinya, tetapi kecerdasan mereka yang terbatas tidak
memungkinkannya untuk mencapai keunggulan. Tingkat Kecerdasan (Intelegensi)
bawaan ditentukan baik oleh bakat bawaan (berdasarkan gen yang diturunkan dari
orang tuanya) maupun oleh faktor lingkungan (termasuk semua pengalaman dan pendidikan
yang pernah diperoleh seseorang; terutama tahun-tahun pertama dari kehidupan
mempunyai dampak kuat terhadap kecerdasan seseorang). Secara umum intelegensi
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Kemampuan untuk berpikir abstrak
2. Untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar
3. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru
2.
Konsep
Multiple Intelligence (Kecerdasan Majemuk)
Konsep multiple intelligence
diperkenalkan oleh Prof. Howard
Gardner, yaitu seorang psikolog dan profesor utama di Cognition and
Education, Harvard Graduate School of Education dan juga profesor di bidang
Neurologi, Boston University School of Medicine. Konsep ini memiliki esensi
bahwa setiap orang adalah unik,
setiap orang perlu menyadari dan mengembangkan ragam kecerdasan manusia dan
kombinasi-kombinasinya. Setiap siswa berbeda karena mempunyai kombinasi
kecerdasan yang berlainan.
Konsep multiple intelligence menurut Gardner (1983) dalam bukunya Frame or
Mind : The Theory of Multiple
Intelligences ada delapan jenis kecerdasan yang dimiliki setiap individu.
Delapan jenis kecerdasan ini,setiap individu mengakses informasi yang akan
masuk ke dalam dirinya. Dalam bukunya, Thomas Amstrong (2002) juga menyebutkan kecerdasan tersebut merupakan
modalitas untuk melejitkan kemampuan tiap siswa dan menjadikan mereka sebagai
sang juara, karena pada
dasarnya setiap anak
cerdas.
Melalui
konsepnya mengenai multiple intelligences atau kecerdasan ganda ini
Gardner mengoreksi keterbatasan cara berpikir yang konvensional mengenai
kecerdasan dari tunggal menjadi jamak. Kecerdasan tidak terbatas pada
kecerdasan intelektual yang diukur dengan menggunakan beberapa tes inteligensi
yang sempit saja, atau sekadar melihat prestasi yang ditampilkan seorang
peserta didik melalui ulangan maupun ujian di sekolah belaka, tetapi
kecerdasan juga menggambarkan kemampuan peserta didik pada bidang seni,
spasial, olah-raga, berkomunikasi, dan cinta akan lingkungan.
3.
10 Macam
kecerdasan Majemuk
1.
Kecerdasan matematika-logika (Logical mathematical intelligence)
Kecerdasan
matematika-logika menunjukkan kemampuan seseorang dalam berpikir secara
induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan
menganalisis pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan menggunakan
kemampuan berpikir. Peserta didik dengan kecerdasan matematika-logika tinggi
cenderung menyenangi kegiatan menganalisis dan mempelajari sebab akibat
terjadinya sesuatu.
Ia
menyenangi berpikir secara konseptual, misalnya menyusun hipotesis dan
mengadakan kategorisasi dan klasifikasi terhadap apa yang dihadapinya. Peserta
didik semacam ini cenderung menyukai aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan
tinggi dalam menyelesaikan problem matematika. Apabila kurang memahami, mereka
akan cenderung berusaha untuk bertanya dan mencari jawaban atas hal yang kurang
dipahaminya tersebut. Peserta didik ini juga sangat menyukai berbagai permainan
yang banyak melibatkan kegiatan berpikir aktif, seperti catur dan bermain
teka-teki.
2.
Kecerdasan bahasa (verbal linguistic intelligence)
Kecerdasan
bahasa menunjukkan kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata,
baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk
mengekspresikan gagasan-gagasannya. Peserta didik dengan kecerdasan bahasa yang
tinggi umumnya ditandai dengan kesenangannya pada kegiatan yang berkaitan
dengan penggunaan suatu bahasa seperti membaca, menulis karangan, membuat
puisi, menyusun kata-kata mutiara, dan sebagainya.
Peserta
didik seperti ini juga cenderung memiliki daya ingat yang kuat, misalnya
terhadap nama-nama orang, istilah-istilah baru, maupun hal-hal yang sifatnya
detail. Mereka cenderung lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan dan
verbalisasi. Dalam hal penguasaan suatu bahasa baru, peserta didik ini umumnya
memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik lainnya.
3.
Kecerdasan musikal (musical/rhythmic intelligence)
Kecerdasan
musikal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara
nonverbal yang berada di sekelilingnya, termasuk dalam hal ini adalah nada dan
irama.
Peserta
didik jenis ini cenderung senang sekali mendengarkan nada dan irama yang indah,
entah melalui senandung yang dilagukannya sendiri, mendengarkan tape
recorder, radio, pertunjukan orkestra, atau alat musik dimainkannya
sendiri. Mereka juga lebih mudah mengingat sesuatu dan mengekspresikan
gagasan-gagasan apabila dikaitkan dengan musik.
4.
Kecerdasan visual-spasial (visual spatial intelligence)
Kecerdasan
visual-spasial menunjukkan kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih
mendalam hubungan antara objek dan ruang. Peserta didik ini memiliki kemampuan,
misalnya, untuk menciptakan imajinasi bentuk dalam pikirannya atau kemampuan
untuk menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi seperti dijumpai pada orang dewasa
yang menjadi pemahat patung atau arsitek suatu bangunan.
Kemampuan
membayangkan suatu bentuk nyata dan kemudian memecahkan berbagai masalah
sehubungan dengan kemampuan ini adalah hal yang menonjol pada jenis kecerdasan
visual-spasial ini. Peserta didik demikian akan unggul, misalnya dalam permainan
mencari jejak pada suatu kegiatan di kepramukaan.
5.
Kecerdasan kinestetik (body/kinesthetic intelligence)
Kecerdasan
kinestetik menunjukkan kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan
bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai
masalah.
Hal ini
dapat dijumpai pada peserta didik yang unggul pada salah satu cabang olahraga,
seperti bulu tangkis, sepakbola, tenis, renang, dan sebagainya, atau bisa pula
dijumpai pada peserta didik yang pandai menari, terampil bermain akrobat, atau
unggul dalam bermain sulap.
6.
Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence)
Kecerdasan
interpersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan
orang lain. Mereka cenderung untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain
sehingga mudah bersosialisasi dengan lingkungan di sekelilingnya.
Kecerdasan
semacam ini juga sering disebut sebagai kecerdasan sosial, yang selain
kemampuan menjalin persahabatan yang akrab dengan teman, juga mencakup
kemampuan seperti memimpin, mengorganisir, menangani perselisihan antar teman,
memperoleh simpati dari peserta didik yang lain, dan sebagainya.
7.
Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal
intelligence)
Kecerdasan
intrapersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap
perasaan dirinya sendiri. Ia cenderung mampu untuk mengenali berbagai kekuatan
maupun kelemahan yang ada pada dirinya sendiri. Peserta didik semacam ini
senang melakukan instropeksi diri, mengoreksi kekurangan maupun kelemahannya,
kemudian mencoba untuk memperbaiki diri. Beberapa diantaranya cenderung
menyukai kesunyian dan kesendirian, merenung, dan berdialog dengan dirinya
sendiri.
8.
Kecerdasan naturalis (naturalistic intelligence)
Kecerdasan
naturalis menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap lingkungan alam,
misalnya senang berada di lingkungan alam yang terbuka seperti pantai, gunung,
cagar alam, atau hutan.
Peserta
didik dengan kecerdasan seperti ini cenderung suka mengobservasi lingkungan
alam seperti aneka macam bebatuan, jenis-jenis lapisan tanah, aneka macam flora
dan fauna, benda-benda angkasa, dan sebagainya.
9.
Kecerdasan spiritual (spiritualist intelligence)
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang menyangkut kemampuan manusia
mengenal Tuhannya, meyakini keberadaan dan keEsaan Tuhan, serta melakukan
segala apa yang diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarangNya. Dalam
menjalani kehidupan ia tidak akan putus harapan, karena ada Tuhan tempat
bergantung segala sesuatu, dalam keadaan bahagia, ada Tuhan tempat dia
melantunkan puja dan puji syukur. Kecerdasan ini akan membentuk jiwa dan
pribadi yang berakhlak mulia dan bermanfaat bagi dirinya, keluarga, masayarakat
dan negaranya.
10. Kecerdasan
eksistensial (exsistensialist
intelligence)
Kecerdasan eksistensial adalah kemampuan untuk menempatkan diri dalam jagat
raya yang luas,jauh tak terhingga dan menghubungkannya dengan kehidupan
selanjutnya (kematian). Kecerdasan ini melibatkan kemampuan manusia dalam
menjawab berbagai macam persoalan terdalam tentang eksistensi atau keberadaan
manusia. Para ahli filsafat (Filosof) merupakan salah satu bukti kecerdasan
ini, diantaranya adalah Plato, Sokrates, Immanuel Kant, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd.
Mereka berpikir dan memikirkan tentang eksistensi manusia dan alam.
C.
Strategi Pembelajaran Kecerdasan
Ganda
Strategi pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan anak mengembangkan kecerdasan majemuknya dapat dilakukan
dengan berbagai cara sesuai dengan kecerdasan yang dimilikinya. Strategi
pengajaran yang dapat dilakukan antara lain:
1.
Kecerdasan Logika Matematika (Logical mathematical intelligence)
- Bermain puzzel atau ular tangga
- Bermain dengan bentuk-bentuk geometri
- Pengenalan bilangan melalui nyanyian,tepuk,dan sajak berirama
- Eksperimen sederhana,misalnya mencampur warna
- Mengenalkan cara menggunakan kalkulator dan komputer
2.
Kecerdasan Bahasa (verbal linguistic intelligence)
- Mengajak anak berdialog dan berdiskusi
- Membacakan cerita
- Bermain peran
- Memperdengarkan lagu atau dongeng anak-anak
- Mengisi buku harian dan menulis surat pada teman
3.
Kecerdasan Musikal (musical/rhythmic intelligence)
- Mengajak anak bermain alat musik,baik alat musik sungguhan maupun alat musik buatan sendiri
- Meminta anak untuk menciptakan sendiri irama
- Diskografi,yaitu mencari lagu atau lirik potongan lagu yang berhubungan dengan topik tertentu
- Meminta anak-anak untuk mengarang sebuah lagu sederhana baik mengganti syairnya saja maupun dengan melodinya
- Menirukan berbagai nada,memperdengarkan musik instrumentalia,dan mengajak anak bernyanyi sendiri atau bersama-sama
4.
Kecerdasan Visual Spasial (visual spatial intelligence)
- Mengajak anak melukis,menggambar,atau mewarnai
- Memberikan kesempatan anak untuk mencoret-coret
- Membuat prakarya
- Menggambarkan benda-benda yang disebut dalam sebuah lagu atau sajak
- Bermain balok,lego,atau puzzel
5.
Kecerdasan Kinestetik/Fisik (body/kinesthetic intelligence)
- Mengajak anak menari bersama
- Bermain peran
- Bermain drama
- Berolahraga
- Meniru gerakan orang lain
6.
Kecerdasan Interpersonal (interpersonal intelligence)
- Membuat peraturan bersama dalam keluarga melalui diskusi
- Memberi kesempatan tanggung jawab di rumah
- Melatih anak-anak menghargai perbedaan pendapat
- Menumbuhkan sikap ramah dan peduli sesama
- Melatih anak mengucapkan terima kasih,minta tolong,atau minta maaf
- Melatih kesabaran menunggu giliran
7.
Kecerdasan Intrapersonal (intrapersonal intelligence)
- Bercakap-cakap tentang cita-cita
- Mengisi buku harian atau jurnal sederhana
- Bermain menghadap cermin dan menggambarkan atau menceritakan apa yang dilihatnya
- Mengajak anak berimajinasi menjadi tokoh sebuah cerita dalam buku
- Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
8.
Kecerdasan Naturalis (naturalistic intelligence)
- Karya wisata alam
- Menceritakan apa yang dilihat ketika memandang keluar jendela
- Memelihara hewan atau membawa hewan ke kelas dan anak-anak diminta untuk mengamatinya
- Menanam pohon di halaman rumah dan mencatat perkembangannya
- Membuat herbarium sederhana atau membuat kebun/taman sebagai proyek bersama
9.
Kecerdasan Spiritual (spiritualist intelligence)
- Diskusi tentang semua ciptaan Tuhan
- Mengenalkan tata cara sholat yang benar
- Menghafal surat-surat pendek
10. Kecerdasan Eksistensial (exsistensialist intelligence)
- Mengintegrasikan kandungan agama dalam muatan materi
- Mendampingi anak dalam menekuni berbagai profesi moral yang positif
- Menceritakan tokoh-tokoh penemu islam dilanjutkan dengan diskusi ringan
Strategi
pembelajaran kecerdasan majemuk pada
hakikatnya adalah upaya mengoptimalkan kecerdasan majemuk yang dimiliki setiap
siswa untuk mencapai kompetensi tertentu yang dituntut oleh sebuah kurikulum.
Amstrong
dalam Situmorang (2004) seorang pakar di
bidang kecerdasan majemuk mengatakan, bahwa dengan teori kecerdasan majemuk
memungkinkan guru mengembangkan strategi pembelajaran inovatif yang relatif
baru dalam dunia pendidikan. Meskipun demikian ia menambahkan, bahwa tidak ada
rangkaian strategi pembelajaran yang bekerja secara efektif untuk semua siswa.
Setiap siswa memiliki kecenderungan tertentu pada kedelapan kecerdasan yang
ada. Oleh karena itu suatu strategi
mungkin akan efektif pada sekelompok siswa, tetapi akan gagal bila diterapkan
pada kelompok lain. Dengan dasar ini sudah seharusnya guru memperhatikan jenis
kecerdasan yang menonjol pada masing-masing siswa agar dapat menentukan
strategi pembelajaran yang tepat untuk mengoptimalkan potensi yang ada dalam
diri siswa. Meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa setiap strategi
yang ada pada masing-masing kecerdasan dapat
diterapkan bukan saja pada mata
pelajaran Matematika, tetapi juga dapat diterapkan dalam mata pelajaaran lainnya seperti Bahasa,
Fisika atau mata pelajaran yang menuntut unsur logika di dalamnya.
Satu hal
yang harus diingat adalah bahwa teori
kecerdasan majemuk bukan saja merupakan konsep kecerdasan yang ada pada
diri masing-masing individu, tetapi juga merupakan strategi pembelajaran yang
ampuh untuk menjadikan siswa keluar sebagai juara pada jenis kecerdasan
tertentu. Gardner dalam Situmorang
(2004) mengatakan, sebab pada dasarnya setiap individu memiliki satu
atau lebih kecerdasan yang menonjol dari delapan kecerdasan yang ada. Bukankah
Einstein yang dikatakan cerdas juga
mempunyai kelemahan pada jenis kecerdasan lainnya? Einstein adalah orang yang
sangat cerdas pada dua jenis kecerdasan yaitu Matematis-Logis dan Spasial.
Sementara untuk jenis kecerdasan yang lain ia tidak terlalu menonjol.
Strategi
pembelajaran kecerdasan majemuk pada
praktiknya adalah memacu kecerdasan yang menonjol dari diri siswa seoptimal
mungkin, dan berupaya mempertahankan kecerdasan lainnya pada standar minimal
yang ditentukan oleh lembaga atau sekolah. Dengan demikian penggunaan strategi
pembelajaran kecerdasan majemuk tetap
berada pada posisi yang menguntungkan bagi siswa yang menggunakannya. Satu hal
yang pasti, siswa akan keluar sebagai individu yang memiliki jati diri, yang
potensial pada salah satu atau lebih dari delapan jenis kecerdasan yang
dimilikinya.
DAFTAR RUJUKAN
Jasmine, J. M. A (2007). Mengajar
dengan Metode Kecerdasan Majemuk. Bandung: NUANSA
http://emedkarmadi.
Blogspot.com/2011/04/strategi-pembelajaran-berbasis.html
http://www.bpkpenabur.ac.id/files/hal 67-75 Penerapan Multiple Intelligence
dalam sistem pembelajaran.Pdf
http://dyen-fajriyah.blogspot.com